Minggu, 03 Agustus 2014

Muslimah, wajahmu kini...


Dulu saat masih SMA, terkenallah sebuah sosial media bernama friendster. Tak lama setelahnya ia ditinggalkan karena booming sosmed baru yang bernama facebook. Dua tahun kemudian para facebooker banyak menduakan sosmed yang dulu sering jadi diary terbukanya itu dengan diva baru yang tersohor dengan nama twitter. Belum lama berakrab dengan twitter sudah ada mainan baru bernama watssapp, line, path, instagram dan puluhan sosmed lainnya. Rasanya jadi lelah sendiri mengikutinya. Dalih iming-imingnya biar nggak ketinggalan info, bisa meeting online, jualan on line, dan bla bla bla.
            Hello, tak bisakah menjadi orang yang setia? Bisa, namun untuk urusan perkembangan teknologi barangkali setia bukanlah tindakan yang tepat kalo gak mau dibilang ketinggalan zaman. Dalam pesatnya perkembangan teknologi itu, perubahan perangkat-perangkat penunjang kebutuhan hidup menjadi hal yang lumrah. Namun yang menjadi masalah adalah untuk apa ada perubahan bila lebih buruk dari sebelumnya.
            Sebutlah ia, “muslimah”. Perkembangan teknologi dan zaman membuatnya berubah. Atas nama hak asasi manusia, tak mau dibilang kuno, juga mungkin atas nama iman, muslimah kini tak sama dengan yang dulu. Dulu ketika saya masih SMA atau awal masuk kuliah, jilbab tak semenjamur seperti saat ini. Bahkan lebih dulu lagi memakai jilbab mesti dilakukan dengan penuh perjuangan. Tak ada instansi yang mengizinkan sekolah, kuliah, kerja memakai jilbab. Hanya yang memiliki keteguhan hati saja yang mempertahankan jilbabnya sampai mati-matian. Sekarang malah di banyak tempat bisa dihitung jari berapa jumlah muslimah yang tidak berjilbab. Termasuk keberhasilan dakwahkah fenomena ini? semoga saja..
Tapi.. Mungkin teman-teman juga turut merasakan adanya perubahan besar lain dalam muslimah kini yang cukup mengusik. Entah benar atau tidak saya merasa muslimah kini menjadi obyek yang sangat menjanjikan bagi pelaku-pelaku bisnis dan orang-orang berkepentingan tertentu (zionis, red).
Jilbab kini mengalami pergeseran istilah. Kekinian lebih mengenal jilbab dengan sebutan hijab. Mungkin maksud trendsetternya agar lebih enak didengar (terdengar modern). Jadi istilah hijab digunakan pada model jilbab masa kini. Para muslimah pengguna hijab dikenal dengan sebutan hijabers. Padahal setahu saya istilah hijab adalah kain atau benda pembatas yang memisahkan laki-laki dan perempuan dalam suatu pertemuan syuro/rapat.
Akun sosial media instagram menjadi salah satu bukti nyata perubahan wajah muslimah Indonesia kini. Dulu sebelum sosial media berkembang pesat, tak ada muslimah yang mau memamerkan foto-foto dirinya pada khalayak umum. Kini, ribuan akun selebriti instagram (selebgram) muslimah justru memenuhi jagat perduniamayaan dan cukup untuk membuat mulut kita menganga tanpa sengaja (entah kagum, entah tak percaya).
 Muslimah-muslimah selebgram itu nampak lebih sosialita daripada perempuan yang tidak berjilbab. Kental sekali nuansa glamour dan budaya konsumtifnya. Ratusan bahkan ribuan foto pribadi dengan berbagai gaya harus ditunjang dengan fashion-fashion terbaru yang mahal dan branded. Entah itu hijab, gamis, celana model aladin, baju model kelelawar, aksesoris, make up, high hells yang dipakai semuanya mewah. Sayangnya, dengan menitik beratkan kata kreasi, kreativitas, dan trendy justru tak sedikit yang terlihat tak nyaman dipakai, tidak syar’i, berlebihan, aneh, dan NORAK!
Ditambah lagi kontes pencarian putri muslimah kini juga semakin marak diselenggarakan. Setelah ditelusuri lebih dalam ternyata para peserta umumnya punya bakat yang sama, MODELING! Konten acaranya juga mirip dengan pemilihan putri/miss Indonesia pada umumnya. Acaranya juga tak lepas dari fashion show lenggak lenggok di catwalk, lalu menjawab pertanyaan dari juri. Apabila ditanya apa yang akan dilakukan untuk perkembangan dunia islam di Indonesia umumnya peserta menjawab akan mengembangkan sekolah model muslimah, jadi desainer baju muslimah, membumingkan hijab modern biar banyak yang tertarik, dan berbagai jawaban yang tak jauh dari fashion! Lhoh? Jadi kenapa acaranya nggak diganti aja jadi pemilihan putri model fashion muslimah? Lebih pas kan, lha cuma satu atau dua orang saja yang menjawab mau menggerakkan program one day one juz, atau membumingkan sedekah pangkal kaya, atau bikin dakwah kreatif lainnya.
Muslimah wajahmu kini norak (menurut saya, red). Pakai hijab dengan riasan ala kartun Disney dibilang unyu dan kreatif. Ya memang sih unyu dan kreatif, sampai-sampai saya nggak bisa bedain mana yang princess kartun mana yang manusia. Tapiii, pliss hijab model begitu sebutlah saja dengan kostum costplay. Jangan sebut hijab islami.
Muslimah wajahmu kini aneh (menurut saya, red). Unik dan eksentrik katanya, hijabnya pakai ciput ninja terus ditambah topi penutup buesaaar seperti bentuk pesawat UFO. Itu kenapa nggak sekalian pakai sorban aja?  
Muslimah wajahmu kini berlebihan seperti toko berjalan (menurut saya, red). Keren katanya, ngupload foto pakai aksesories mahal, tas mahal, sepatu mahal, gamis mahal, make up mahal. Berarti infaq dan shadaqahnya sebanding lah ya!

 Muslimah, wajahmu kini bertebaran dimana-mana. Saya sendiri juga sering banget gatel pengen upload foto pribadi yang cetho welo-welo. Entah lagi pamer kreasi handcraft, atau lagi bersama temen-temen di event-event tertentu. Semua keinginan itu hanya mampu ditahan dengan iman. Biarkan ia untuk kelak yang berhak menikmatinya, suamimu seorang.
Sediiih, saat sampai harus ada seorang non muslim yang mengingatkan. Suatu waktu saya baca tulisan seorang Katholik di sebuah situs. Ia pun turut memperhatikan perubahan tren fashion hijab. Suatu ketika ia pernah melihat seorang muslimah berhijab namun ia justru merasa hijab yang dipakai muslimah tersebut seperti sarang lebah. Menurutnya hijab bagi muslimah sama seperti simbol salib pada agamanya. Bisa saja suatu saat simbol salib juga dimodifikasi menjadi kalung, gelang, cincin, atau baju yang dimacem-macemin dan ngetrend. Dan ia tak rela bila itu benar-benar terjadi. Oh astaga, perempuan Katholik saja tak rela bila simbol salib mereka dipakai buat gaya-gayaan. Bagaimana mungkin kita muslimah berlomba-lomba memperlakukan simbol jilbab demi terlihat modis, mewah, dan sosialita?
Lantas, tak bolehkah kita mengikuti perkembangan fashion? Tentu boleh, asalkan kita punya filter untuk membedakan mana yang layak diikuti mana yang tidak. Mana yang cocok untuk kita pakai mana yang tidak. Selain itu kita juga perlu sadar waktu, tempat, dan keadaan. Dan yang terpenting tahu mana yang disukai Allah mana yang tidak. Bakalan capek banget kalau jadi korban mode yang nggak ada habisnya. Yang dari waktu ke waktu terus ada yang baru. Hanya berhijab karna Allah yang tak lekang oleh waktu dan nggak bikin capek.

Tak ada yang melarang jilbabmu modis. Tapi yang jelas Allah meminta jilbabmu sederhana, menutup kepala dan dada dengan kain yang tidak tipis menerawang. Pun juga dengan pakaian, tentu Allah tak menyukai segala sesuatu yang berlebihan. Perintah Allah jugalah yang meminta agar pakaian kita tidak ketat. Untungnya buat kita sendiri kok, supaya jaringan kulit kita bisa bernapas sehingga terjaga kesehatan kita.
Ukh, ingin terlihat cantik? Kita ini udah cantik. Cuantik malah. Kau tahu apa yang bisa membuat semakin cantik dan apa yang membuat semakin jelek? Ketaatan membuatmu semakin cantik sedangkan kemaksiatan membuatmu nampak jelek. =)
Astaghfirullah, saya sendiri juga sangat jauh dari sempurna. Masih tertatih-tatih dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Sangat tak layak menyandang gelar sebagai muslimah sejati. Saya bukan haters, saya pun juga terlibat dalam perkembangan fashion hijab. Saya hanya ingin menyampaikan kegelisahan ini ukh. Tulisan diatas murni pendapat saya, boleh sepakat boleh tidak.
However, saya mencintaimu karena Allah :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar