Dulu saat masih SMA, terkenallah sebuah sosial media bernama
friendster. Tak lama setelahnya ia ditinggalkan karena booming sosmed baru yang
bernama facebook. Dua tahun kemudian para facebooker banyak menduakan sosmed yang
dulu sering jadi diary terbukanya itu dengan diva baru yang tersohor dengan
nama twitter. Belum lama berakrab dengan twitter sudah ada mainan baru bernama
watssapp, line, path, instagram dan puluhan sosmed lainnya. Rasanya jadi lelah
sendiri mengikutinya. Dalih iming-imingnya
biar nggak ketinggalan info, bisa meeting online, jualan on line, dan bla bla
bla.
Hello, tak bisakah menjadi orang
yang setia? Bisa, namun untuk urusan perkembangan teknologi barangkali setia
bukanlah tindakan yang tepat kalo gak mau dibilang ketinggalan zaman. Dalam
pesatnya perkembangan teknologi itu, perubahan perangkat-perangkat penunjang
kebutuhan hidup menjadi hal yang lumrah. Namun yang menjadi masalah adalah
untuk apa ada perubahan bila lebih buruk dari sebelumnya.
Sebutlah ia, “muslimah”.
Perkembangan teknologi dan zaman membuatnya berubah. Atas nama hak asasi
manusia, tak mau dibilang kuno, juga mungkin atas nama iman, muslimah kini tak
sama dengan yang dulu. Dulu ketika saya masih SMA atau awal masuk kuliah, jilbab
tak semenjamur seperti saat ini. Bahkan lebih dulu lagi memakai jilbab mesti
dilakukan dengan penuh perjuangan. Tak ada instansi yang mengizinkan sekolah,
kuliah, kerja memakai jilbab. Hanya yang memiliki keteguhan hati saja yang
mempertahankan jilbabnya sampai mati-matian. Sekarang malah di banyak tempat
bisa dihitung jari berapa jumlah muslimah yang tidak berjilbab. Termasuk
keberhasilan dakwahkah fenomena ini? semoga saja..
Tapi.. Mungkin teman-teman juga turut merasakan adanya
perubahan besar lain dalam muslimah kini yang cukup mengusik. Entah benar atau
tidak saya merasa muslimah kini menjadi obyek yang sangat menjanjikan bagi
pelaku-pelaku bisnis dan orang-orang berkepentingan tertentu (zionis, red).
Jilbab kini mengalami pergeseran istilah. Kekinian lebih mengenal
jilbab dengan sebutan hijab. Mungkin maksud trendsetternya agar lebih enak
didengar (terdengar modern). Jadi istilah hijab digunakan pada model jilbab
masa kini. Para muslimah pengguna hijab dikenal dengan sebutan hijabers.
Padahal setahu saya istilah hijab adalah kain atau benda pembatas yang
memisahkan laki-laki dan perempuan dalam suatu pertemuan syuro/rapat.
Akun sosial media instagram menjadi salah satu bukti nyata
perubahan wajah muslimah Indonesia kini. Dulu sebelum sosial media berkembang pesat,
tak ada muslimah yang mau memamerkan foto-foto dirinya pada khalayak umum.
Kini, ribuan akun selebriti instagram (selebgram) muslimah justru memenuhi
jagat perduniamayaan dan cukup untuk membuat mulut kita menganga tanpa sengaja
(entah kagum, entah tak percaya).
Muslimah-muslimah selebgram itu nampak lebih sosialita
daripada perempuan yang tidak berjilbab. Kental sekali nuansa glamour dan
budaya konsumtifnya. Ratusan bahkan ribuan foto pribadi dengan berbagai gaya
harus ditunjang dengan fashion-fashion terbaru yang mahal dan branded. Entah
itu hijab, gamis, celana model aladin, baju model kelelawar, aksesoris, make
up, high hells yang dipakai semuanya mewah. Sayangnya, dengan menitik beratkan
kata kreasi, kreativitas, dan trendy justru tak sedikit yang terlihat tak
nyaman dipakai, tidak syar’i, berlebihan, aneh, dan NORAK!
Ditambah lagi kontes pencarian putri muslimah kini juga semakin
marak diselenggarakan. Setelah ditelusuri lebih dalam ternyata para peserta
umumnya punya bakat yang sama, MODELING! Konten acaranya juga mirip dengan
pemilihan putri/miss Indonesia pada umumnya. Acaranya juga tak lepas dari
fashion show lenggak lenggok di catwalk,
lalu menjawab pertanyaan dari juri. Apabila ditanya apa yang akan dilakukan
untuk perkembangan dunia islam di Indonesia umumnya peserta menjawab akan
mengembangkan sekolah model muslimah, jadi desainer baju muslimah, membumingkan
hijab modern biar banyak yang tertarik, dan berbagai jawaban yang tak jauh dari
fashion! Lhoh? Jadi kenapa acaranya nggak diganti aja jadi pemilihan putri
model fashion muslimah? Lebih pas kan, lha cuma satu atau dua orang saja yang
menjawab mau menggerakkan program one day one juz, atau membumingkan sedekah
pangkal kaya, atau bikin dakwah kreatif lainnya.
Muslimah wajahmu kini norak (menurut saya, red). Pakai hijab dengan riasan ala kartun Disney dibilang
unyu dan kreatif. Ya memang sih unyu dan kreatif, sampai-sampai saya nggak bisa
bedain mana yang princess kartun mana yang manusia. Tapiii, pliss hijab model
begitu sebutlah saja dengan kostum costplay. Jangan sebut hijab islami.
Muslimah wajahmu kini aneh (menurut
saya, red). Unik dan eksentrik katanya, hijabnya pakai ciput ninja terus
ditambah topi penutup buesaaar seperti bentuk pesawat UFO. Itu kenapa nggak
sekalian pakai sorban aja?
Muslimah wajahmu kini berlebihan seperti toko berjalan
(menurut saya, red). Keren katanya, ngupload foto pakai aksesories mahal, tas
mahal, sepatu mahal, gamis mahal, make up mahal. Berarti infaq dan shadaqahnya sebanding
lah ya!
Muslimah, wajahmu kini bertebaran dimana-mana. Saya sendiri
juga sering banget gatel pengen upload foto pribadi yang cetho welo-welo. Entah lagi pamer kreasi handcraft, atau lagi
bersama temen-temen di event-event tertentu. Semua keinginan itu hanya mampu ditahan
dengan iman. Biarkan ia untuk kelak yang berhak menikmatinya, suamimu seorang.
Sediiih, saat sampai harus ada seorang non muslim yang
mengingatkan. Suatu waktu saya baca tulisan seorang Katholik di sebuah situs.
Ia pun turut memperhatikan perubahan tren fashion hijab. Suatu ketika ia pernah
melihat seorang muslimah berhijab namun ia justru merasa hijab yang dipakai
muslimah tersebut seperti sarang lebah. Menurutnya hijab bagi muslimah sama
seperti simbol salib pada agamanya. Bisa saja suatu saat simbol salib juga
dimodifikasi menjadi kalung, gelang, cincin, atau baju yang dimacem-macemin dan
ngetrend. Dan ia tak rela bila itu benar-benar terjadi. Oh astaga, perempuan
Katholik saja tak rela bila simbol salib mereka dipakai buat gaya-gayaan. Bagaimana
mungkin kita muslimah berlomba-lomba memperlakukan simbol jilbab demi terlihat
modis, mewah, dan sosialita?
Lantas, tak bolehkah kita mengikuti perkembangan fashion?
Tentu boleh, asalkan kita punya filter untuk membedakan mana yang layak diikuti
mana yang tidak. Mana yang cocok untuk kita pakai mana yang tidak. Selain itu
kita juga perlu sadar waktu, tempat, dan keadaan. Dan yang terpenting tahu mana
yang disukai Allah mana yang tidak. Bakalan capek banget kalau jadi korban mode
yang nggak ada habisnya. Yang dari waktu ke waktu terus ada yang baru. Hanya
berhijab karna Allah yang tak lekang oleh waktu dan nggak bikin capek.
Tak ada yang melarang jilbabmu modis. Tapi yang jelas Allah
meminta jilbabmu sederhana, menutup kepala dan dada dengan kain yang tidak
tipis menerawang. Pun juga dengan pakaian, tentu Allah tak menyukai segala
sesuatu yang berlebihan. Perintah Allah jugalah yang meminta agar pakaian kita
tidak ketat. Untungnya buat kita sendiri kok, supaya jaringan kulit kita bisa
bernapas sehingga terjaga kesehatan kita.
Ukh, ingin terlihat cantik? Kita ini udah cantik. Cuantik
malah. Kau tahu apa yang bisa membuat semakin cantik dan apa yang membuat
semakin jelek? Ketaatan membuatmu semakin cantik sedangkan kemaksiatan
membuatmu nampak jelek. =)
Astaghfirullah, saya sendiri juga sangat jauh dari sempurna.
Masih tertatih-tatih dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Sangat tak layak menyandang gelar sebagai muslimah sejati. Saya bukan haters,
saya pun juga terlibat dalam perkembangan fashion hijab. Saya hanya ingin menyampaikan
kegelisahan ini ukh. Tulisan diatas murni pendapat saya, boleh sepakat boleh
tidak.
However,
saya mencintaimu karena Allah :*