“Praaaaaang” piring itu seketika pecah. Wajah Aisyah
telah memerah.
“Wahai Rasulullah, bla bla bla bla” ia berkata pada
suaminya ini dan itu di depan ayah dan pelayannya.
Abu Bakar sang ayah marah, hampir-hampir menjitak
kepala Aisyah. “mengapa engkau berkata begitu pada Rasulullah?”
Rasulullah gemas melihatnya, dengan senyum yang
tenang beliau mengatakan “sesungguhnya ummul mukminin sedang cemburu.”
Seorang teman bertanya pada ustad
dalam suatu kajian, “ustad, bagaimana Rasulullah menghadapi istri-istrinya yang
cemburu? Apakah diam, nggak suka, atau semakin cinta?” #gubrak. Sang ustad
tersenyum, “haduh pertanyaanya menjebak saya ini, hehehe”. He’em sih, pikir
saya tu anak keren banget pertanyaannya. Ustad menjawabnya dengan bijak
“terdapat dalam diri Rasulullah teladan yang baik. Rasulullah adalah
sebaik-baik suami, adil dalam bersikap terhadap istri-istrinya, dan rumah
tangga terbaik adalah rumah tangga nabi. Ya, semakin cinta, istri-istri nabi
tetap memilih tinggal bersama nabi ketika diberikan pilihan kepada mereka dari
Allah melalui surat Al Ahzab. Masalahnya apakah suami-suami zaman sekarang bisa
seperti Rasulullah?.”
Heee #nyengir saya. Jadi teringat
cerita dari mbak guru ngaji saya dalam suatu pertemuan halaqoh (mbaknya sudah
menikah dan punya anak). Ada seorang suami yang telah beberapa tahun menikah,
namun belum juga bisa mencintai istrinya. Bukan karena istrinya tidak cantik
atau istrinya tidak baik, namun karena istrinya tidak pernah menunjukkan
perasaan cemburu saat sang suami berinteraksi dengan perempuan lain entah di
kantor, di kegiatan masyarakat, dll. Istrinya merasa biasa saja, karena memang
karakter istrinya sebelum menikah sangat militan. Saya semakin tidak percaya,
“masa sih mbak suami itu suka kalau istrinya cemburuan?”
Si embak menjawab “ya, cemburu
adalah tanda cinta. Ia menjadi kebaikan saat diberikan dalam takaran yang tepat
dan kepada orang yang tepat. Seorang suami akan merasa dicintai apabila istrinya
cemburu padanya (ada rasa membutuhkan suaminya dan tidak ingin ada pihak ketiga
antara ia dan suaminya).” Ah so sweet
ya. Saya malah jadi senyum-senyum sendiri waktu itu.
Teringat juga kisah Aisyah membuntuti
Rasulullah yang sedang pergi ke makam Baqi’. Ketika itu Aisyah berpikir
Rasulullah akan pergi ke rumah istri-istrinya yang lain. Setelah pikiran Aisyah
tak terbukti dan setelah Rasulullah menjelaskan bahwa ternyata beliau mendapat
panggilan dari Jibril, yang ada diantara keduanya adalah ledakan kebahagiaan
dan sesuatu yang lucu untuk dikenang.
Cemburu itu katanya identik dengan
perempuan? Ya nggak sih? Kenapa begitu ya? Kali ini teman saya yang menjawab:
“karena pada diri perempuan shalihat tidak ada celah bagi suaminya untuk
merasakan cemburu. Ia hanya patuh dan mencintai suaminya saja. Melayani
suaminya saat bersama, dan menjaga kehormatan suaminya saat berpisah” oh gitu,
iya ya.. “kalau laki-laki kan diluar Lan, interaksi sama orang lain banyak, di
tempat kerja banyak perempuan, di jalan banyak perempuan, di sosmed banyak
teman perempuan, ngelike status aja kadang jadi masalah, jadi kemungkinan
cemburu bagi perempuan lebih banyak” wkwkwkwk saya tertawa geli mengingat ia
akan menikah dalam waktu dekat (mohon doanya).
Ah ya, ternyata ada hadist yang
menyatakan bahwa seorang laki-laki juga harus cemburu pada istrinya. Sa’ad bin
Ubadah ra. Berkata “seandainya seorang pria bersama istriku, niscaya aku akan
melibas pria itu dengan pedang. Nabi SAW bersabda: “apakah kalian merasa heran
dengan cemburunya Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’ad, dan Allah
lebih cemburu daripadaku.” (HR . Bukhari dan Muslim).
Cemburu menjadi sesuatu yang tidak baik
ketika ia adalah sesuatu yang pasti. Maksudnya telah jelas terbukti
kebenarannya. Benar-benar selingkuh misalnya. Hal tersebut adalah cemburu yang
tidak disukai oleh Allah. Cemburu buta (berlebihan) juga tidak disukai oleh
Allah. Cemburu buta hanya akan berujung pada kegelapan. Saya pernah mendengar
kisah seorang istri yang tega membakar suaminya sendiri karena cemburu dan
tidak ditelusuri terlebih dahulu benang merah permasalahannya. Ciri dari
cemburu buta alias posesif antara
lain: memonitor pasangan setiap waktu (kamu dimana, dengan siapa, lagi ngapain,
hee), tidak tenang, kasar (sering marah, berteriak, merusak barang, memukul,
dll), tidak mau mengakui kesalahan, dan selalu ingin diajak kemanapun dan
kapanpun. Huft.
Lalu, bagaimana mengatasi cemburu buta?
Yang pertama adalah mendekatkan diri kepada Allah, kedua, mendoakan yang
baik-baik pada pasangannya, ketiga, berprasangka baik alias positif thingking, keempat qana’ah
(menerima segala ketetapan Allah dengan lapang dada), ditambah lagi mengingat
kematian dan hari akhir serta menghindari pergaulan yang buruk, lalu, mengingat
sejuta kebaikan yang dilakukan pasangan, dan yang paling teknis adalah
membangun keterbukaan dan kepercayaan terhadap pasangan. Ok.
Kok saya sok tahu banget ya, biar deh,
semoga bermanfaat, wallahualam bish
showab ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar